Selasa, 17 November 2015

Kita Mengenal Jenis Zat (Padat, Cair, Gas). Termasuk ke Dalam Jenis Zat Apa Api itu? [M]



Wah, pertanyaan yang bagus sekali! Kakak yakin, pasti banyak di antara adik-adik yang penasaran dengan api ya? Begini ceritanya…
Api sebenarnya adalah hasil dari reaksi kimia, yaitu suatu proses perubahan dari suatu zat kimia ke zat kimia lain. Banyak sekali reaksi kimia yang terjadi di sekitar kita. Contohnya, adik-adik tentu mengenal fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan hijau. Tumbuhan memperoleh cadangan makanannya dari proses fotosintesis ini. Tumbuhan mampu mengubah karbondioksida (CO2) dan air, dengan bantuan cahaya Matahari, menjadi gula dan oksigen. Gula ini yang dijadikan makanan oleh tumbuhan, dan oksigennya dilepaskan ke atmosfer untuk kita nikmati setiap hari!
Nah, bagaimana dengan api? Api terjadi ketika ada reaksi kimia antara suatu bahan bakar dan oksigen. Bahan bakar ini bisa bermacam-macam, misalnya bensin, minyak tanah, atau bahkan kayu. Proses ini biasa dikenal dengan nama oksidasi.
api
Mungkin sampai di sini adik-adik bingung. Begitu banyak oksigen di sekitar kita, tetapi kok tidak langsung terbakar? Nah, reaksi pembakaran memerlukan energi terlebih dahulu sebelum bisa dimulai, misalnya energi panas. Ketika kita akan membuat api unggun, tentu kayu dan minyak tanahnya tidak langsung terbakar, bukan? Kita harus menyulutnya dulu dengan api yang berasal dari korek api.
Setelah kita memberikan energi, barulah proses pembakaran bisa terjadi. Proses pembakaran ini nantinya akan menghasilkan energi berupa cahaya dan panas, juga gas-gas. Dari mana semua energi dan gas-gas tersebut?
Ketika kita memulai proses pembakaran, bahan bakar yang diberikan energi panas itu berubah menjadi gas. Setelah bahan bakar tersebut berubah menjadi gas, mereka bereaksi dengan oksigen. Reaksi dengan oksigen inilah yang menyebabkan pelepasan energi berupa cahaya.
Kemudian, ketika reaksi tersebut selesai, kita akan mendapatkan gas-gas baru, misalnya uap air dan karbondioksida. Pembentukan gas-gas baru ini akan melepaskan energi berupa panas dan cahaya juga!
Terakhir, terkadang reaksi pembakaran menyisakan jelaga yang berwarna hitam. Nah, benda-benda yang berwarna hitam sangat mudah menyerap panas! Jelaga, yang umumnya berupa karbon, akan menyerap panas yang dikeluarkan dari hasil reaksi, dan karena suhunya yang sangat panas, mereka akan menyala merah. Fenomena ini kira-kira sama seperti kalau adik-adik melihat di film-film perang, ada adegan pandai besi yang sedang menempa besi. Adik-adik dapat melihat bahwa besi yang sangat panas akan menyala merah. Nah, inilah yang menyebabkan api berwarna merah.
Jadi… termasuk ke dalam jenis zat apa api itu? Boleh dikatakan bahwa api adalah campuran dari gas-gas yang SANGAT panas dan energi berupa cahaya.

Mengapa Matahari Bersinar?

Oleh: Emanuel Sungging Mumpuni

Seperti yang sudah dibahas pada “Mengapa Matahari Bisa Panas Sekali?“, Matahari bisa ada seperti kita lihat sekarang karena adanya pertandingan yang senantiasa terjadi. Pertandingan tersebut adalah antara tekanan gravitasi yang terus berusaha menarik ke arah dalam, melawan tekanan radiasi yang senantiasa bergerak ke luar.
sunshinejpg
Tekanan radiasi akan menyebabkan energi akan diangkut keluar dan kita melihatnya sebagai sumber sinar dari Matahari, sedangkan tekanan gravitasi akan menyebabkan Matahari dalam keadaan berbentuk bola. Selama pertandingan itu seimbang, maka kita akan melihat Matahari sebagai bola raksasa yang bersinar, sampai pada saatnya nanti ketika bahan bakar Matahari (Hidrogen) habis terbakar (oleh reaksi fusi). Ketika itu terjadi, keadaan menjadi tidak seimbang lagi, dan Matahari tidaklah lagi menjadi seperti sekarang. Dia akan berkembang menjadi raksasa merah, sampai kemudian di akhir hayatnya menjadi bintang katai putih.
Jadi, Matahari bersinar itu karena adanya tekanan radiasi yang mengarah keluar, mengimbangi tekanan gravitasi yang menarik ke dalam Matahari.

Sumber gambar: http://hdw.eweb4.com
Sumber : anakbertanya.com

Senin, 16 November 2015

Apa yang Membuat Bumi Berotasi ?




Bumi berputar, atau istilah keren-nya berotasi, satu kali setiap harinya. Siang dan malam terjadi karena bumi berotasi. Namun, apa yang menyebabkan Bumi berotasi? Apa yang mengawali rotasi Bumi? Untuk mendapatkan jawabannya, kita perlu menelurusi peristiwa miliaran tahun yang lalu: saat sistem Tata Surya kita, termasuk Bumi, terbentuk.
Kala itu, sistem Tata Surya kita masih kosong. Matahari belum ada; Bumi, Bulan, dan planet-planet lain belum terbentuk. Yang ada hanyalah hamparan awan debu dan gas yang terapung-apung tak menentu di angkasa. Debu-debu dan gas ini saling tarik menarik karena gaya gravitasi sehingga mereka berputar dan mengecil.
Awan debu dan gas berputar kala sistem Tata Surya terbentuk
Apa yang terjadi kemudian? Mungkin Adik-adik dapat menebak apa yang terjadi jika kalian pernah melakukan percobaan ini: adik duduk di sebuah kursi yang dapat berputar dengan kaki menjulur, kemudian kawan adik memutar kursi tersebut. Ketika berputar, lipatlah kaki adik. Putaran kursi akan mencepat!
Sama seperti percobaan di atas, kumpulan debu dan gas berputar semakin cepat saat mereka mengecil. Lama kelamaan, terbentuklah Bumi dari debu-debu dan gas. Putaran saat Bumi masih berbentuk dan gas dan debu tidak hilang begitu saja namun menyebabkan Bumi berotasi.
Mungkin Adik-adik berpikir, kejadian ini sudah terjadi lama sekali. Mengapa Bumi masih berputar sampai sekarang?
Setiap benda yang sedang berputar cenderung mempertahankan putarannya. Gasing yang adik mainkan ingin terus berputar [lihat videonya di sini]. Kursi pada percobaan di atas pun ingin terus berputar. Hanya saja, putaran mereka lama kelamaan habis karena terganggu oleh berbagai hal, seperti gesekan dengan lantai, tanah, dan sebagainya.
Berbeda dengan putaran kursi dan gasing, tidak ada yang mengganggu putaran Bumi. Akibatnya Bumi dapat terus berputar. Seandainya suatu hari nanti ada benda angkasa super besar yang menabrak Bumi, mungkin saja putaran Bumi akan berubah: melambat, semakin cepat, atau bahkan berubah arah. Semoga saja itu tidak terjadi.

Sumber gambar: http://www.universetoday.com

Sumber : anakbertanya.com

Mengapa Bulan Tidak Jatuh ke Bumi?


Dua buah benda akan saling tarik menarik, dan semakin berat, semakin kuat tarik menarik tersebut. Bumi dan Bulan merupakan benda yang sangat berat sehingga tarik menariknya pun sangat kuat. Dibandingkan Bulan, Bumi jauh lebih besar dan lebih berat sehingga lebih sulit untuk berpindah. Akibatnya Bulan cenderung berpindah mendekati Bumi. Tarik menarik ini disebut gaya gravitasi.
Jika ada gaya gravitasi, mengapa Bulan tidak jatuh ke Bumi, seperti batu yang kita lempar ke atas dan akhirnya kembali jatuh ke Bumi? Pada kenyataannya, sebenarnya Bulan “jatuh” ke Bumi!
Untuk memahaminya, mari kita melakukan eksperimen dengan batu. Sebuah batu yang dilempar ke atas akan kembali jatuh ke Bumi. Bagaimana dengan batu yang kita lempar mendatar? Batu tersebut juga akan jatuh ke Bumi setelah menempuh jarak tertentu. Bagaimana jika batu dilempar mendatar dengan kecepatan lebih besar? Batu akan kembali ke permukaan Bumi setelah menempuh jarak yang lebih jauh.
Tanpa gravitasi, batu yang dilempar mendatar akan bergerak lurus. Karena Bumi berbentuk bola, permukaannya melengkung, maka batu tersebut semakin lama semakin jauh dari Bumi. Tetapi, karena gaya gravitasi, batu tadi akan jatuh ke Bumi. Seandainya kecepatan mendatar batu sangat besar, menyamai kecepatan jatuhnya batu, maka jarak batu dan Bumi akan selalu sama. Nah …
Gerak Bulan terhadap Bumi
Bagaimana dengan Bulan? Bulan bergerak “mendatar” dengan sangat cepat (panah biru putus-putus pada gambar). Bulan juga “jatuh” ke Bumi (panah merah). Gabungan kedua gerakan tersebut mengakibatkan gerakan Bulan tidak lagi lurus tapi melengkung membentuk lingkaran mengelilingi Bumi. Wow!
Bagaimana jika gerakan Bulan melambat? Jika Bulan melambat, kecepatan jatuhnya lebih besar daripada kecepatannya menjauh, akibatnya Bulan akan tetap mengelilingi Bumi namun semakin lama semakin dekat dan akhirnya menabrak Bumi.
Bagaimana jika gerakan Bulan lebih cepat dari sekarang? Kalian tentu sudah tahu jawabannya!

Oleh: Janto V. Sulungbudi (Fisikawan)
Sumber : anakbertanya.com